Jumat, 21 Oktober 2016

Ngumpul ngariung

Napak tilas para leluhur, guna mengenang pejuang yang telah menjadikan indonesia merdeka.
Smoga para leluhur sunda wiwitan di tempatkan Di Rahmatnya Gusti Sanghiang Wening.

KUTAJATI

Alhamdullilah berkah dari para leluhur dan dukungan dari semuanya .
Makom Kutajati sudah di perbaiki.

Selasa, 14 April 2015

Ma Inah

Uyut kasepuhan Kutajati. Sbagai juru rawat yang setia sejak jaman dulu, dan sekarang sudah 3 juru kunci, dan Ma Inah masih sbagai juru rawat.
Subhanalloh..... Allohuakbar, kuasa-Mu sungguh Agung

Sabtu, 27 Desember 2014

KUTATANDINGAN JAYA

SITUS Kuta Tandingan di Desa Mulyasejati
Kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang Jawa
Barat, diperkirakan merupakan peninggalan
kerajaan kecil dalam Kekuasaan Kerajaan
Pajajaran, yang bernama Kerajaan Kuta
Tandingan Jaya.
Kerajaan tersebut diperintah oleh Patih
Panatayuda, dibantu oleh Patih Purnakuta dan
Patih Mangkubumi dengan penasehat Pamanah
Rasa dan Jaksa Imbang Kencana.
Menjelang keruntuhan Pajajaran, Kerajaan Kuta
Tandingan Jaya melepaskan diri atau diambil alih
oleh tentara Kesultanan Banten yang dipimpin
oleh Syech Maulana Yusuf, sebab pada tahun
1626 daerah Udug – udug dijadikan Markas
Tentara Kesultanan Banten dibawah pimipinan
Pager Gunung atau lebih dikenal dengan
Pangeran Puger.
Daerah Udug – udug merupakan tempat yang
strategis untuk pengawasan lalu lintas perahu di
Sungai Citarum, dari daerah ini Pasukan Tentara
Kesultanan Banten menyerang Sumedang Larang
juga merupakan Pos Pertahanan untuk
menangkal serangan balik dari Sumedang Larang
dan Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Sultan
Agung.
Di daerah ini Banyak ditemukan goa – goa
Vertikal atau biasa disebut Luweng, yang belum
dijamah ataupun diteliti kedalamannya. Lokasi
Situs Kuta Tandingan terletak di Desa
Mulyasejati, Kecamatan Ciampel 38 km dari Ibu
Kota Kabupaten Karawang.
“Nun jauh disana terlihat bentangan kaki gunung
memanjang membatasi kota karawang,
Purwakarta dan Bekasi, perbukitan yang
menyimpan misteri yang belum terpecahkan dari
generasi ke generasi, seakan enggan
menampakan jati dirinya yang terus bersembunyi
dibalik rimbunnya belukar, cerita dari kakek ke
cucu dari cucu ke cicit terus menggema seakan
tak pernah habis-habisnya, hal ini-lah yang
menambah penasaran bagi seseorang yang
menyenangi makna akan sejarah nenek
moyangnya.
Nama Kutatandingan mungkin sudah tidak asing
ditelinga orang Karawang, legenda-kah, atau
hanya mitos belaka. Konon katanya Kota
Karawang mulai terbentuk di tempat itu.
Konon di tempat itu, Senopati KERTABUMI III
(ayahanda Prabu Singaperbangsa) mendirikan
Kadipaten Karawang pertama, tepatnya di daerah
udug-udug yang sekarang berganti nama menjadi
Desa Mulyasejati.
Daerah perbukitan Kutatandingan sekarang
kepengurusannya di tangani Perhutani ini menjadi
ladang andalan penduduk sekitarnya, hasil hutan
dan perkebunan serta palawija hasilnya mereka
jual, cukup untuk menghidupi keseharian
penduduk Dusun Cisoga dan Kutajati,
DUA JAM
Perjalan ditempuh hampir 2 jam, baru ditemukan
jalan berbatu yang tertata rapi, batu-batu yang
sangat unik mungkin disusun ratusan tahu yang
lalu… mulailah aura magic aku rasakan sepanjang
jalan itu yang dikanan-kirinya berjejer pohon
pinus serta mahoni membawa suasana seakan
kembali kejaman dulu.
Tak lama setelah kami menyusuri Jalan Purwa,
tak sampai 1 Km kami menemukan jalan yang
menanjak orang disana bilang Tanjakan
sambernyawa, jalan terbuat dari batu seperti
ditatah atau di ratakan cukup merepotkan apalagi
hujan terus mengiringi perjalanan kami.
Tanjakan yang mempunyai kecuraman hampir 80
derajat sempat merepotkan perjalanan, setetelah
kami lalui tanjakan sambernyawa antara dua
ratus meter tibalah di Kutajati, sebuah dusun/
patilasan yang cukup mengesankan hati.
Seperti diberitakan dalam goa ini kemarin empat
pengunjungnya tewas karena terjebak banjir. Tiga
dari korban diduga sedang bersemedi bersama
teman-temannya dalam rangka mencari “ilmu” .
Sedangkan seorang lagi adalah kuncen goa
tersebut.(nourkinan, dari berbagai sumber)

Jumat, 26 Desember 2014

Legenda Kutajati - Kutatandingan

Menurut cerita
orang tua zaman dulu bahwa “Kuta Tandingan”
terletak di hutan belantara yang dipenuhi hewan
buas. Tidak ada seorangpun yang berani masuk
ke dalam hutan tersebut. Di dalam hutan itu
juga ada seekor kerbau (kebo) yang sangat
ditakuti.
JIKA ada orang yang masuk ke dalam
hutan Kuta Tandingan, maka kerbau tersebut
akan mengamuk, mengejar dan menggiring
orang itu sampai keluar lagi dari dalam hutan.
Gerombolan kerbau tersebut dipimpin oleh
seekor kerbau putih yang dikenal dengan
sebutan Kebo Bule. Maka pada zaman itu tidak
ada seorangpun yang berani masuk ke dalam
hutan.
Hanya Eyang Prabu Siliwangi beserta
pengawal-pengawal dan pasukannya yang
membawa senjata serta alat-alat perang yang
berani masuk ke dalam hutan Kuta Tadingan.
Bertempat di atas bukit yang paling tinggi di
hutan dan merupakan tempat peristihatan Eyang
Prabu Siliwangi, kemudian diberi nama Kuta
Sejati. Kini tempat tersebut dikenal dengan
nama Kutajati.
Entah berapa lama Eyang Prabu
Siliwangi tinggal di tempat itu. Tidak berapa
lama kemudian, kedatangan seorang tamu yang
mengaku bernama Prabu Kian Santang (Sunan
Rohmat). Lalu tamu tersebut ditanya oleh
pengawal Prabu siliwangi maksud dan tujuannya
datang ke tempat itu.
Kemudian Prabu Kian Santang pun
menjawab: “Sekarang juga kalian semua harus
masuk agama Islam, sebab tidak ada lagi
agama yang diridhoi Allah SWT selain agama
Islam.”
Mendengar ajakan Prabu Kian Santang
itu, seluruh pengawal dan pasukan Prabu
Siliwangi mukanya merah padam.
Kemarahanpun tak terbendung lagi. Maka
terjadilah pertempuran antara Prabu Kian
Santang yang datang seorang diri melawan
pasukan Prabu Siliwangi yang jumlahnya tak
terhitung.
Anehnya, jangankan terkena sabetan
golok dan pedang, bahkan diberondong oleh
peluru dan meriam sekalipun, Prabu Kian
Santang tidak terluka sedikitpun. Dia tetap
berdiri kokoh tak tertandingi. Tak satupun
pasukan dan pengawal Prabu Siliwangi yang
mampu menandingi kekuatan Prabu Kian
Santang.
Melihat situasi demikian itu, pasukan
Prabu Siliwangi secara diam-diam mundur
teratur. Disimpannya kembali seluruh alat
persenjataan mereka ke dalam tempatnya. Dan
dengan kesaktian yang dimilikinya, maka
seluruh persenjataan mereka berubah menjadi
bebatuan. Sementara semua pengawal dan
pasukan Prabu Siliwangi lenyap menghilang
entah kemana.
Sekejap kemudian munculah Prabu
Siliwangi sambil memandang orang yang
mengaku bernama Prabu Kian Santang (Sunan
Rohmat). “Oh, pantas saja tidak ada yang
mampu menandingi kesaktian orang ini, karena
dia adalah anakku sendiri,” bisiknya dalam hati.
Tak lama kemudian Prabu Siliwangi pun
menghilang tanpa diketahui kemana perginya.
Setelah para pengawal dan pasukan
Prabu Siliwangi menghilang. Kian Santang diam
termenung. “Kalau begini, berarti saya harus
berdoa dan bertafakur.” Kemudian Kian Santang
mencari tempat, tapi berkat kekuasaan Allah
swt tampak ada lobang (goa) air. Lalu dia
masuk ke dalam goa air yang makin dalam
memasuki lobang makin besar pula lubang goa,
Kian Santang pun mengangkat kedua tangannya
ke atas dan berdoa dalam hatinya
“mengucapkan syukur kepada Allah”
Prabu Kian Santang mandi
membersihkan diri dan berwudhu untuk sholat.
Usai sholat, ia duduk sambil meminta petunjuk
Allah bermaksud ingin tahu apakah Eyang Prabu
Sliwangi ayahnya diterima iman Islamnya dan
diampuni segala dosanya.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba di
hadapan Prabu Kian Santang terlihat kain warna
putih mirip kelambu (penutup tempat tidur. red .)
Kian Santang mengartikan kain warna putih
mengandung agama yang jadi pegangan Prabu
Siliwangi juga sama dengan agama Allah swt.
Kian Santang pun berdoa tapi tidak diketahui
doa apa yang dibacakannya. Ia pun keluar dari
dalam goa mencari tempat yang lebih aman,
yaitu menuju Garut.
Setelah mendapatkan tempat yang
cocok, Kian Santang hendak menyempurnakan
ilmu-ilmunya karena beranggapan ilmu yang ia
miliki kurang sempurna di “Kramat Godog Suci”
di Kabupaten Garut.Tempat itu diberi nama
“Kramat Godog Suci” karena Prabu Kian
Santang pernah menjadikan tempat tersebut
untuk menyempurnakan (Ngadog) ilmu-ilmunya.
Akhmad Unyil. Nara Sumber:Aliyudin, Enjen
Suryanto, Samsul Bahri, Idik Permana

Situs KUTATANDINGAN

Situs Kuta Tandingan diperkirakan merupakan
meninggalan Kerajaan kecil dalam Kekuasaan
Kerajaan Pajajaran, yang bernama Kerajaan
Kuta Tandingan Jaya yang diperintah oleh Patih
Panatayuda, dibantu oleh Patih Purnakuta dan
Patih Mangkubumi dengan penasehat Pamanah
Rasa dan Jaksa Imbang Kencana.
Menjelang keruntuhan Pajajaran Kerajaan Kuta
Tandingan Jaya melepaskan diri atau diambil
alih oleh tentara Kesultanan Banten yang
dipimpin oleh Syech Maulana Yusuf, sebab pada
tahun 1626 daerah Udug - udug dijadikan Markas
Tentara Kesultanan Banten dibawah pimipinan
Pager Gunung atau lebih dikenal dengan
Pangeran Puger, daerah Udug - udug merupakan
tempat yang strategis untuk pengawasan lalu
lintas perahu di Sungan Citarum, dari daerah ini
Pasukan Tentara Kesulatanan Banten
menyerang Sumedang Larang juga merupakan
Pos Pertahanan untuk menangkal serangan balik
dari Sumedang Larang dan Kerajaan Mataram
dibawah pimpinan Sultan Agung. Di daerah ini
Banyak ditemukan goa - goa Vertikal atau biasa
disebut Luweng, yang belum dijamah ataupun
diteliti kedalamannya. Lokasi SItus Kuta
Tandingan terletak di Desa Mulyasejati,
Kecamatan Ciampel 38 km dari Ibu Kota
Kabupaten Karawang.

Tentang Kp.UDUG-UDUG

Nama Udug-udug mungkin tak
asing lagi bagi masyarakat
Karawang, namun tidak menutup
kemungkinan masih banyak
kaum muda karawang sekarang
ini yang belum mendengar
namanya, atau bahkan banyak
pula yang tidak tahu apa Udug-
udug itu…? (Ceuk kolot karawang
baheula kacapangan pisan mun
ngusir anak-na anu badeg make
kecap “Dasar urang Udug-udug”,
duka teuing naon maksud-na-
Red), kampung yang jauh dari
kebisingan hiruk-pikuk kota,
kampung yang sedikit sekali
tersentuh pembangunan, jalanan
yang berbatu sungguh sangat
ironis bila di bandingkan dengan
kebesaran namanya tempo
doeloe. namun masyarakatnya
sangat bersahaja, kampung yang
pernah mengukir sejarah ini kini
terlupakan, bahkan mungkin
dewasa ini sedikit sekali
namanya dikenang, generasi-nya.
Udug-udug terletak sekarang di
Desa Mulyasejati Kecamatan
Ciampel Kabupaten Karawang,
Kampung di atas bantaran kali
Citarum ini sebagai Daerah
perbatasan antara Kabupaten
Karawang dengan kabupaten
Purwakarta, daerah perbukitan
ini sungguh sangat mempesona,
hawanya yang sejuk di hiasi
pepohonan yang berukuran
besar. Rumput ilalang tumbuh
tak beraturan, kalau di lihat dari
kejauhan bagaikan gundukan
bukit yang tak berpenghuni.
sekitar 4 Km kearah selatan, kita
akan menjumpai banyak situs-
situs kuno yang sampai saat ini
menyimpan misteri, aura magic-
nya masih kentara dirasakan, di
sana banyak sekali nama-nama
daerah yang di awali dengan
nama “Kuta-kuta”, seperti : Kuta
Mariem, kuta masigit, kuta
kelambu dan kuta tandingan,
Mitos Daerah Kuta-Tandingan,
dulu pada abad ke 15 M, Kuta
tandingan adalah daerah yang
ramai euweuh tanding-na (tiada
tanding), daerah ini masih di
bawah kekuasaan kerajaan
pajajaran, di tempat inilah para
kesatria adu tanding setiap raja
mengadakan berbagai
sayembara, dia menambahkan, “
di kuta tandingan inilah dulu
Sang Pangeran Galuh Raden
Pamanahrasa atau di kenal
dengan sebutan Sri Baduga Maha
Raja Prabu Siliwangi Raja
Pajajaran Memenangkan
sayembara memperebutkan
Nyimas Subang larang anak Ki
Gedeng Tapa (Gedeng Cirebon)
atas Prabu Amuk Marugul (anak
Prabu Susuk Tunggal) dari
kerajaan Sunda, kota Bogor
sekarang.”ujarnya, dengan
wajah serius.
Bendungan Curug, Kali Citarum
Karawang.
Dulu pada jaman Kerajaan
mataram Berjaya Sultan Agung
(Raja Mataram pada sa’at itu –
Red) dia mengutus mengutus
seorang Panembahan Galuh yang
bernama R.A.A.Wirasuta yang
bergelar Adipati Panatayuda atau
Adipati Kertabumi III (anak Prabu
Dimuntur, yang masih keturunan
Prabu Geusan Ulun/Ankawijaya
(raja Sumedang larang) untuk
menduduki Rangkas Sumedang
(sebelah timur sungai Citarum).
selain itu juga mendirikan
benteng di Tanjungpura, Adiarsa,
Parakansapi dan Kuta-tandingan.
Setelah mendirikan benteng
tersebut Adipati Kertabumi III
kemudian kembali ke Galuh dan
wafat, nama Rangkas Sumedang
itu sendiri berubah menjadi
Karawang karena kodisi
daerahnya berawa-rawa,
kerawa’an.
Sultan Agung Mataram kemudian
mengangkat putra Adipati
Kertabumi III , yakni Adipati
Kertabumi IV untu di jadikan
Dalem (Bupati) di Karawang pada
tahun 1656 M. Adipati Kertabumi
IV ini juga dikenal dengan nama
Panembahan Singaperbangsa
atau Eyang Manggung (sekarang
makamnya terletak di Desa
Manggungjaya Kecamatan
Cilamaya kulon. Red), dengan Ibu
Kota-nya Udug-udug. Pada
pemerintahan R. Anom Wirasuta
Putra Panembahan
Singaperbangsa yang bergelar
R.A.A. Panatayuda I antara tahun
1679 M dan 1721 M Ibu kota
Karawang dari Udug-udug di
pindahkan ke Karawang.
Nah…….kita sekarang tahu
betapa strategisnya Udug-udug
pada jaman itu…..!!!!!! Pelita
Prihatin kalau anda merasa
terlahir dikarawang, kemudian
tidak mengenal Nama Udug-
udug…?? seirama dengan pesan
pendahulu kita yaitu Presiden
pertama Indonesia (Bung Karno)
pernah menulis dengan Sloga JAS
MERAH-nya ( jangan lupakan
sejarah)…… mari kita mencoba
sekarang hargai jasa pendahulu
kita, kita berharap Maunah-nya,
yang insya-Allah di Ridhoi Allah.
Ceuk bahasa buhun Karawang-
mah “BISI KAWALAT.” Kaluau kita
menyia-nyiakan peninggalan
Karuhun, “hatur nuhun